Pembentukan Jagat Raya Menurut Al-Quran
Tak disangka pembentukan jagad raya sudah ditulis dalam firman Allah
SWT sejak ribuan tahun lalu disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Al
Qur'an tak diragukan lagi kebenarannya dan memiliki penganut miliyaran
umat islam dimuka bumi beruntunglah kalian.
Berbagai teori pembentukan jagat raya bermunculan seperti teori bigbang, teori keadaan tetap, teori alam semesta quantum, teori mengambang dan memampat (padat), teori materialisme, dan berbagai teori populer lainnya.
Dalam Al qur'an justru sudah dicatat kedalam ayat sejak 1400th lalu, dengan secara jelas bagi orang-orang yang mau berpikir. Berikut beberapa ayat dalam Al Qur'an tentang Pembentukan jagat raya.
Keterangan yang diberikan Al Qur’an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini.
Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Berbagai teori pembentukan jagat raya bermunculan seperti teori bigbang, teori keadaan tetap, teori alam semesta quantum, teori mengambang dan memampat (padat), teori materialisme, dan berbagai teori populer lainnya.
Dalam Al qur'an justru sudah dicatat kedalam ayat sejak 1400th lalu, dengan secara jelas bagi orang-orang yang mau berpikir. Berikut beberapa ayat dalam Al Qur'an tentang Pembentukan jagat raya.
Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Pembentukan Jagat Raya
- Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an pada ayat berikut:
“Dialah pencipta langit dan bumi.” (Al Qur’an, 6:101)
- Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al
Qur’an, 21:30)
- Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,
matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam
garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
- Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
- Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur’an sebagai berikut:
“Demi langit yang mempunyai jalan-jalan.” (Al Qur’an, 51:7)
- Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
- Bentuk planet Bumi
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia
menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam…” (Al
Qur’an, 39:5)
- Dalam Al Qur’an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang
terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan
Allah) yang ada padanya.” (Al Qur’an, 21:32)
- Tata surya yang teratur sempurna
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap;
dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat
menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun. (QS. Faathir, 35: 41)
- Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur’an, mengacu pada fungsi “mengembalikan” yang dimiliki langit.
“Demi langit yang mengandung hujan.” (Al Qur’an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai “mengandung hujan” dalam
terjemahan Al Qur’an ini juga bermakna “mengirim kembali” atau
“mengembalikan”.
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur’an pada ayat berikut:
“Dialah pencipta langit dan bumi.” (Al Qur’an, 6:101)Keterangan yang diberikan Al Qur’an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini.
Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah
bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul
menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam
sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan “Big Bang”, membentuk
keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya
tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik
tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan
satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai
asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi
ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang
hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan
waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern,
diberitakan kepada kita dalam Al Qur’an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE
yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa
radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya
peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa
alam semesta diciptakan dari ketiadaan.
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di
saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta
digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta “mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang
umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta
bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun,
penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi
modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki
permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander
Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis
menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan
mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data
pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop,
Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang
dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana
segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa
alam semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang
dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta
terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur’an pada saat
tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an adalah firman
Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
“Dan apakah orang-orang yang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu
adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?” (Al Qur’an, 21:30)
Kata “ratq” yang di sini diterjemahkan sebagai “suatu
yang padu” digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk
suatu kesatuan. Ungkapan “Kami pisahkan antara keduanya” adalah
terjemahan kata Arab “fataqa”, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi
ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari “ratq”.
Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah
satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan
pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari
kata sifat “fatq”. Keduanya lalu terpisah (“fataqa”) satu sama lain.
Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big
Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam
semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk “langit dan bumi”
yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal
yang masih berada pada keadaan “ratq” ini. Titik tunggal ini meledak
sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya
untuk “fataqa” (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut,
bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut
dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya
benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi,
penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al
Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis
edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah
menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur’an ini
telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut
perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar
biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam
sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak
sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama
matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga
berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta
berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur’an sebagai berikut:
“Demi langit yang mempunyai jalan-jalan.” (Al Qur’an, 51:7)
Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta
yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar
bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet
ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis
peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun,
masing-masing seolah “berenang” sepanjang garis edarnya dalam
keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain.
Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar
yang ditetapkan baginya.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh
benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar
biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama
pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong
lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah
teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun
dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur’an
diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi
canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak
pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu
tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa
“dipenuhi lintasan dan garis edar” sebagaimana dinyatakan dalam ayat
tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita
dalam Al Qur’an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur’an adalah
firman Allah.
“Dia menciptakan langit
dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan
menutupkan siang atas malam…” (Al Qur’an, 39:5)
Dalam Al Qur’an, kata-kata yang digunakan untuk
menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang
diterjemahkan sebagai “menutupkan” dalam ayat di atas adalah “takwir”.
Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk
menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang
lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang
siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan
yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi
berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur’an, yang telah
diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi
yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu
memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk
bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan
pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur’an berisi informasi
yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al
Qur’an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang
tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya.
Dalam Al Qur’an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:
“Dan Kami menjadikan
langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari
segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya.” (Al Qur’an,
21:32)
Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20.
Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting
bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor,
besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah
mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang
angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya
membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, –
seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio.
Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet
tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi
fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup.
Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan
oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja
dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.
Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai
di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang
angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari
pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang
tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai
perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi
ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang
lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen
tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari
yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh
kehidupan di muka bumi.
Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara
planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur
nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang
besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi
Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa.
Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin
dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang
berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius – tapi kekuatan
medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus,
planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung
Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada
Bumi. (http://www.jps.net/bygrace/index.html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA.)
Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja,
sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar
bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh
delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik
kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas
atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500
derajat celcius.
Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja
jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari
berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya
sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al
Qur’an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.
Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur’an, mengacu pada fungsi “mengembalikan” yang dimiliki langit.
“Demi langit yang mengandung hujan.” (Al Qur’an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai “mengandung hujan”
dalam terjemahan Al Qur’an ini juga bermakna “mengirim kembali” atau
“mengembalikan”.
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi
terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting
bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini
memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima
ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah
kita cermati sejumlah contoh fungsi “pengembalian” dari lapisan-lapisan
yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan
bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi
terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan
radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa
dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang
radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit
komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel,
pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel
radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang
lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat
ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan
berabad-abad lalu dalam Al Qur’an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al
Qur’an adalah firman Allah.
0 Response to "Pembentukan Jagat Raya Menurut Al-Quran"
Posting Komentar