-->

Iklan 728x90

EVALUASI PENDIDIKAN

evaluasi pendidikan
PENDAHULUAN 
Pengertian
Evaluasi mempunyai arti yang berbeda untuk guru yang berbeda. Berikut beberapa arti yang telah secara luas dapat diterima oleh para guru di lapangan. 
Evaluation is a process which determines the extent to which objectives have been achieved (Cross, 1973: 5). 
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. 
Definisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan yang mengukur derajat, di mana suatu tujuan dapat dicapai. Sebenarnya evaluasi juga merupakan proses memahami, memberi arti, mendapatkan, dan mengomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambil keputusan. 
Dalam evaluasi selalu mengandung proses. Proses evaluasi harus tepat terhadap tipe tujuan yang biasanya dinyatakan dalam bahasa perilaku. Dikarenakan tidak semua perilaku dapat dinyatakan dengan alat evaluasi yang sama, maka evaluasi menjadi salah satu hal yang sulit dan menantang, yang harus disadari oleh para guru. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1), evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. 
Beberapa tingkah laku yang sering muncul serta menjadi perhatian para guru adalah tingkah laku yang dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu pengetahuan intelektual (cognitives), keterampilan (skills) yang menghasilkan tindakan. dan bentuk lain adalah values dan attitudes atau yang dikategorikan ke dalam affective domain. 
Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan para siswa yang dievaluasi. Kesalahan utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, dan/atau akhir suatu program pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para siswa sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi bias dalam menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya. Dalam pengembangan instruksional, evaluasi hendaknya dilakukan semaksimal mungkin dalam suatu kegiatan. Ini dianjurkan karena untuk mendapatkan informasi yang banyak tentang kegiatan siswa di kelas dan kemudian digunakan untuk menilai tingkat keterlaksanaan program seperti yang direncanakan. 
Evaluasi sebaiknya dikerjakan setiap hari dengan skedul yang sistematis dan terencana. Ini dapat dilakukan oleh seorang guru dengan menempatkan secara integral evaluasi dalam perencanaan dan implementasi satuan pelajaran materi pembelajaran. Bagian penting lainnya yang perlu diperhatikan bagi seorang pendidik adalah perlunya melibatkan siswa dalam evaluasi sehingga mereka secara sadar dapat mengenali perkembangan pencapaian hasil pembelajaran mereka. 

Definisi lain yang berkaitan dengan proses pengukuran hasil belajar siswa, yaitu evaluation is a process of making an assessment of a student's growth. Evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar.  Pencapaian perkembangan siswa perlu diukur, baik posisi siswa sebagai individu maupun posisinya di dalam kegiatan kelompok. Hal yang demikian perlu disadari oleh seorang guru karena pada umumnya siswa masuk kelas dengan kemampuan yang bervariasi. Ada siswa yang cepat menangkap materi pelajaran, tetapi ada pula yang tergolong memiliki kecepatan biasa dan ada pula yang tergolong lambat. Guru dapat mengevaluasi pertumbuhan kemampuan siswa tersebut dengan mengetahui apa yang mereka kerjakan pada awal sampai akhir belajar. Pencapaian belajar ini dapat dievaluasi dengan melakukan pengukuran (measurement). Pencapaian belajar siswa dapat diukur dengan dua cara: 
(1) diukur dengan mengetahui tingkat ketercapaian standar yang ditentukan, dan 
(2) melalui tugas-tugas yang dapat diselesaikan siswa secara tuntas. 

Mengukur pencapaian hasil belajar dapat melibatkan pengukuran secara kuantitatif yang menghasilkan data kuantitatif misalnya tes dan skor, dan dapat pula mengukur dengan data kualitatif yang menghasilkan deskripsi tentang subjek atau objek yang diukur, misalnya rendah, medium, dan tinggi. Jadi, kegiatan mengukur atau biasa disebut pengukuran tidak lain adalah bagian evaluasi yang memiliki tujuan untuk menghasilkan data, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 
Kegiatan evaluasi dapat mencakup deskripsi tingkah laku, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dilengkapi dengan pengukuran, yang digunakan untuk menentukan perkembangan dan pertumbuhan siswa. Di samping itu, evaluasi kuantitatif juga diperlukan untuk menempatkan posisi seorang siswa dalam kelompok atau kelasnya. 
Ada kecenderungan bahwa sebagian guru melengkapi laporan evaluasinya dengan evaluasi kualitatif yang di dalamnya lebih banyak berisi informasi kualitatif. Evaluasi kualitatif tidak selalu tepat, karena adanya faktor judgment atau pertimbangan subjektivitas yang dibuat oleh guru. Judgment tersebut biasanya bisa bervariasi dari waktu ke waktu karena dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari internal guru, misalnya empati, rasa iba, dan kedekatan hubungan dengan peserta didik; maupun faktor eksternal guru, seperti kebijakan sekolah, faktor kolegial sesama guru, atau atas nama citra lembaga. 
Ada pengaman agar penilaian kualitatif dapat dilakukan dengan baik, di antaranya adalah gunakan secara proporsional dengan tidak mengabaikan informasi yang berupa angka, di 
samping itu, gunakan pula secara sistematis pertimbangan orang lain atau mitra bestari untuk menilai evaluasi kualitatif. 

A. KARAKTERISTIK DAN FUNGSI EVALUASI
Kegiatan evaluasi dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa karakteristik penting, di antaranya sebagai berikut.
1. Memiliki implikasi tidak langsung terhadap siswa yang dievaluasi. Hal ini terjadi misalnya seorang guru melakukan penilaian terhadap kemampuan yang tidak tampak dari siswa. Apa yang dilakukan adalah ia lebih banyak menafsir melalui beberapa aspek penting yang diizinkan seperti melalui penampilan, keterampilan, atau reaksi mereka terhadap suatu stimulus yang diberikan secara terencana.
2. Lebih bersifat tidak lengkap. Dikarenakan evaluasi tidak dilakukan secara kontinu maka hanya merupakan sebagian fenomena saja. Atau dengan kata lain, apa yang dievaluasi hanya sesuai dengan pertanyaan item yang direncanakan oleh seorang guru.
3. Mempunyai sifat kebermaknaan relatif. Ini berarti, hasil penilaian tergantung pada tolok ukur yang digunakan oleh guru.
Di samping itu, evaluasi pun tergantung dengan tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan. Sebagai contoh. jika kita mengukur objek dengan penggaris yang mempunyai ketelitian setengah milimeter akan memperoleh hasil pengukuran yang kasar. Sebaliknya. jika seorang guru mengukur dengan menggunakan alat mikrometer yang biasanya mempunyai ketelitian 0,2 milimeter maka hasil pengukuran yang dilakukan akan memperoleh hasil ukur yang lebih teliti.

Di samping karakteristik, evaluasi juga mempunyai fungsi yang bervariasi di dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut.
1. Sebagai alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan yang telah diberikan oleh seorang guru.
2. Untuk mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
3. Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
4. Sebagai sarana umpan balik bagi seorang guru, yang bersumber dari siswa.
5. Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.

6. Sebagai materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.
Demikian bervariasinya fungsi evaluasi, maka sangat penting bagi para guru agar ketika merencanakan kegiatan evaluasi, sebaiknya perlu mempertimbangkan lebih dahulu fungsi dan karakteristik evaluasi yang manakah, yang hendak dibuat untuk para siswa.

B. PRINSIP-PRINSIP EVALUASI
Prinsip tidak lain adalah pernyataan yang mengandung kebenaran hampir sebagian besar, jika tidak dikatakan benar untuk semua kasus. Hal ini sesuai dengan pendapat Cross yang mengatakan bahwa a principle is a statement that holds in most, if not all cases. Keberadaan prinsip bagi seorang guru mempunyai arti penting, karena dengan memahami prinsip evaluasi 
dapat menjadi petunjuk atau keyakinan bagi dirinya atau guru lain guna merealisasi evaluasi dengan cara benar. 

Dalam bidang pendidikan, beberapa prinsip evaluasi dapat dilihat seperti berikut ini.
1) Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan.
2) Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
3) Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik.
4) Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
5) Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.

Sedangkan menurut Slameto (2001: 16) evaluasi harus mempunyai minimal tujuh prinsip berikut:
1) terpadu,
2) menganut cara belajar siswa aktif,
3) kontinuitas,
4) koherensi dengan tujuan,
5) menyeluruh,
6) membedakan (diskriminasi), dan
7) pedagogis.

C. CAKUPAN EVALUASI PENDIDIKAN
Mengingat luasnya cakupan bidang pendidikan, dapat diidentifikasi bahwa evaluasi pendidikan pada prinsipnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga cakupan penting, yaitu evaluasi pembelajaran, evaluasi program, dan evaluasi sistem. Hal ini sesuai dengan Pasal 57 ayat 2, UURI No. 20 Tahun 2003, evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang satuan dan jenis pendidikan. 
Evaluasi pembelajaran merupakan inti bahasan evaluasi yang kegiatannya dalam lingkup kelas atau dalam lingkup proses belajar mengajar. Evaluasi pembelajaran kegiatannya termasuk kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Bagi seorang guru, evaluasi pembelajaran adalah media yang tidak terpisahkan dari kegiatan mengajar, karena melalui evaluasi seorang guru akan mendapatkan informasi tentang pencapaian hasil belajar. Di samping itu, dengan evaluasi seorang guru juga akan mendapatkan informasi tentang materi yang telah ia gunakan, apakah dapat diterima oleh para siswanya, atau tidak. 
Evaluasi program mencakup pokok bahasan yang lebih luas. Cakupan bisa dimulai dari evaluasi kurikulum sampai pada evaluasi program dalam suatu bidang studi. Sesuai dengan cakupan yang lebih luas maka yang menjadi objek evaluasi program juga dapat bervariasi, termasuk di antaranya kebijakan program, implementasi program, dan efektivitas program. 
Evaluasi sistem merupakan evaluasi di bidang yang paling luas. Macam-macam kegiatan yang termasuk evaluasi sistem di antaranya evaluasi diri, evaluasi internal, evaluasi eksternal, dan evaluasi kelembagaan untuk mencapai tujuan tertentu suatu lembaga, sebagai contoh evaluasi akreditasi lembaga pendidikan. 
Secara garis besar evaluasi pembelajaran dibedakan menjadi tiga macam luasan, yaitu pencapaian akademik, kecakapan (aptitude), dan penyesuaian personal sosial. 

1. Pencapaian kademik 
Cakupan yang paling penting dari evaluasi pembelajaran dan banyak dipahami pemanfaatannya oleh para guru adalah evaluasi sebagai usaha eksplorasi informasi tentang pencapaian akademik. Secara definitif pencapaian akademik diartikan sebagai pencapaian siswa dalam semua cakupan mata pelajaran. Evaluasi pencapaian akademik, mencakup semua instrumen evaluasi yang direncanakan secara sistematis guna menentukan derajat di mana seorang siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya oleh para guru. Dengan batasan pengertian ini, evaluasi pencapaian akademik cakupan kegiatannya antara lain tes paper pen, tes penampilan, dan prosedur nontesting lainnya yang mengukur semacam perubahan tepat dari perilaku siswa. Evaluasi pencapaian akademik ini merupakan cakupan yang paling luas dan bervariasi sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. 
Dilihat dari aspek guru, pencapaian akademik juga tidak kalah penting manfaatnya, jika dibanding manfaatnya bagi siswa yang dievaluasi. Dengan evaluasi pencapaian akademik tersebut, seorang guru dapat melihat apakah proses pengajaran yang telah diterapkan pada peserta didik dapat berhasil atau tidak.  Jika kurang berhasil seorang guru perlu memperbaiki cara penyampaiannya, dan sebaliknya jika sudah tercapai ia juga dianjurkan untuk tetap menjaga atau terus meningkatkan kualitas penyampaian materinya kepada siswa. 

2. Evaluasi kecakapan atau kepandaian 
Secara definitif evaluasi kecakapan (aptitude) tidak lain adalah mencari informasi yang berkaitan erat dengan kemampuan atau kapasitas belajar peserta didik yang dievaluasi. Instrumen evaluasi kecakapan yang diperoleh dari siswa dapat digunakan oleh para guru untuk memprediksi prospek keberhasilan siswa di masa yang akan datang, jika ia belajar secara intensif dengan fasilitas pembelajaran yang baik. Kecakapan siswa pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu general aptitude (kecakapan umum) dan specific aptitude (kecakapan spesifik). Kedua kecakapan ini telah lama menjadi fokus testing dalam mengevaluasi siswa yang hendak dievaluasi (evaluand). Beberapa evaluasi yang termasuk evaluasi kecakapan umum di antaranya yang paling luas diterapkan di bidang pendidikan adalah tes inteligensi, dengan menggunakan instrumen paperpen dan tes kecakapan artistik (an art aptitude test) sebagai tes kecakapan spesifik. 
Evaluasi kecakapan siswa dan evaluasi pencapaian hasil belajar pada prinsipnya adalah berbeda. Jika evaluasi kecakapan seorang guru atau evaluator kemudian berusaha untuk memprediksi prospek kemampuan mereka ke depan, evaluasi pencapaian akademik guru akan mengukur pencapaian hasil belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Itu semua dengan asumsi bahwa para siswa tersebut mendapat pendidikan atau diklat yang sesuai dengan kemampuannya dan dilakukan dengan baik. Perbedaan lain dari evaluasi kecakapan dan pencapaian hasil belajar siswa yang lain adalah isi dari tes tidak tampak jelas. Cara terbaik untuk memprediksi siswa adalah usaha pelacakan kembali pencapaian hasil belajar dari sejak di sekolah dasar sampai jenjang sekarang, misalnya sekolah menengah atas dalam bidang studi yang sama. Mental ability dibangun untuk menemukan evaluasi kecakapan sekitar evaluasi inteligensi umum. 


3. Evaluasi penyesuaian personal sosial
Cakupan lain yang juga perlu diketahui oleh seorang guru terhadap para siswanya adalah evaluasi yang berkaitan erat dengan tingkat adaptasi atau penyesuaian siswa secara personalitas atau secara bersama dengan teman di kelas atau di sekolah. Evaluasi penyesuaian personal sosial tidak sama dengan evaluasi pribadi siswa. Personalitas dapat dimaknai lebih luas. Personalitas dalam hal ini merupakan keseluruhan (entity) dari siswa. Personalitas merupakan semua karakteristik psikologi yang dimiliki siswa dan hubungannya dengan siswa lain. Cakupan evaluasi penyesuaian atau adaptasi personal sosial ini di antaranya kemampuan, emosi, sikap dan minat siswa yang dimiliki sebagai pengalaman lalu dari siswa tersebut. Evaluasi personalitas sebenarnya termasuk juga di dalamnya, evaluasi akademik dan evaluasi kecakapan. Sebaliknya, evaluasi adaptasi personal sosial juga menggunakan teknik yang bermacam-macam, di antaranya berisi teknik evaluasi dengan menggunakan tes seperti testing sikap, testing interes, kematangan emosi, kemampuan kerja sama (cooperativeness), skala rerata diri dan inventori dengan paper-pencil. 
Teknik proyeksi baku (standarized projective techniques) juga termasuk dalam cakupan evaluasi penyesuaian personal sosial, walaupun demikian beberapa ahli pendidikan ada yang memasukkan teknik proyeksi baku tersebut ke dalam cakupan sebagai instrumen evaluasi klinis. 
Evaluasi penyesuaian personal sosial ini memiliki manfaat yang besar bagi seorang guru, khususnya untuk mengetahui secara intensif tingkat adaptasi para siswanya. Namun, tidak sedikit pula para ahli evaluasi pendidikan yang mengatakan bahwa evaluasi penyesuaian personal sosial kurang berhasil dibanding kedua evaluasi tersebut di atas. Walaupun demikian, sebaiknya para guru tetap memahami dan menguasai evaluasi ini, karena manfaatnya dalam mengungkap potensi siswa pada umumnya dalam berhubungan dengan sesama siswa di kelas maupun di sekolah, juga penting peranannya sebagai usaha yang terencana dalam mengubah perilaku siswa. 
Lepas dari keberhasilan dan kegagalan dibanding jenis evaluasi lainnya, evaluasi penyesuaian personal sosial ini juga berkembang. Teknik yang bisa digunakan dalam evaluasi penyesuaian personal sosial termasuk di antaranya paper-pencil misalnya angket dengan pilihan ganda. Angket dengan dua jawaban: ya-tidak, setuju-tidak, atau pasti-tidak yang berusaha mengungkap diri siswa adalah banyak digunakan dalam evaluasai penyesuaian personal sosial. 

D. SYARAT DAN TUJUAN EVALUASI 
Tidak jarang bahwa suatu program pendidikan ada, karena disponsori oleh suatu lembaga, dan didukung oleh masyarakat termasuk orang tua siswa. Mereka diusahakan agar dapat terus memberikan dukungannya atas program-program yang ditawarkan oleh lembaga tersebut. Oleh karena itu, para orang tua perlu mengetahui tingkat perkembangan yang tejadi terhadap suatu program tersebut. Salah satu model untuk memberikan informasi terhadap mereka secara sistematis adalah melalui evaluasi. Dari evaluasi tersebut, hasilnya kemudian dilaporkan kepada stakeholders untuk menjadikan pertimbangan dalam menyikapi terhadap program yang ada.
Evaluasi untuk suatu tujuan tertentu penting, tetapi ada kemungkinan tidak menjadi bermanfaat lagi untuk tujuan lain. Oleh karena itu, seorang guru harus mengenal beberapa macam tujuan
evaluasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar mereka dapat merencana dan melakukan evaluasi dengan bijak dan tepat.
Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa syarat sebelum diterapkan kepada siswa yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik, harus mempunyai syarat seperti berikut: 1) valid, 2) andal, 3) objektif, 4) seimbang, 5) membedakan. 6) norma, 7) fair, dan 8) praktis.

Di samping kedelapan persyaratan yang perlu ada dalam kegiatan evaluasi, ada beberapa tujuan mengapa evaluasi dilakukan oleh setiap guru. Selain untuk melengkapi penilaian, secara luas evaluasi dibatasi sebagai alat penilaian terhadap faktor-faktor penting suatu program termasuk situasi, kemampuan, pengetahuan, dan perkembangan tujuan. Minimal terdapat 6 tujuan evaluasi dalam kaitannya dengan belajar mengajar. Keenam tujuan evaluasi adalah sebagai berikut. 
1. Menilai ketercapaian (attainment) tujuan. Ada keterkaitan antara tujuan belajar, metode evaluasi, dan cara belajar siswa. Cara evaluasi biasanya akan menentukan cara belajar siswa, sebaliknya tujuan evaluasi akan menentukan metode evaluasi yang digunakan oleh seorang guru. 
2. Mengukur macam-macam aspek belajar yang bervariasi. Belajar dikategorikan sebagai kognitif, psikomotor, dan afektif. Batasan tersebut umumnya dieksplisitkan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Semua tipe belajar sebaiknya dievaluasi dalam proporsi yang tepat. Jika guru menyatakan proporsi sama maka siswa dapat menekankan dalam belajar dengan proporsi yang digunakan guru dalam mengevaluasi sehingga mereka dapat menyesuaikan dalam belajar. Guru memilih sarana evaluasi pada umumnya sesuai dengan tipe tujuan. Proses ini menjadikan lebih mudah dilaksanakan, jika seorang guru menyatakan tujuan dan merencanakan evaluasi secara berkaitan. 
3. Sebagai sarana (means) untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui. Setiap orang masuk kelas dengan membawa pengalamannya masing-masing. Siswa mungkin juga memiliki karakteristik yang bervariasi misalnya dari keluarga ekonomi menengah atau atas, keluarga yang pecah, dan keluarga yang telah memiliki keterampilan khusus. Hal yang penting diketahui oleh guru adalah ada asumsi hasil akhirnya mengarah pada suatu hal yang sama terhadap pengetahuan mereka, dan kemudian mendapatkan dari mereka sesuatu yang sama. Pengalaman lalu tersebut kemudian digunakan sebagai awal dalam proses belajar mengajar melalui evaluasi pretes pada para siswa. Cara yang Bering dilakukan oleh guru adalah menggunakan angket dan ceklis. Berangkat dari perbedaan pengalaman yang objektif dan realistic dapat dikembangkan guns memotivasi minat belajar siswa. Di samping juga pengalaman lalu siswa dalam belajar mempunyai keperluan belajar yang bervariasi. Oleh karena itu, kebutuhan siswa perlu diperhatikan di samping juga kekuatan, kelemahan, dan minat siswa sehingga mereka termotivasi untuk belajar atas dasar apa yang telah mereka miliki dan mereka butuhkan. 
4. Memotivasi belajar siswa. Evaluasi juga harus dapat memotivasi belajar siswa. Guru harus menguasai bermacam-macam teknik motivasi, tetapi masih sedikit di antara para guru yang mengetahui teknik motivasi yang berkaitan dengan evaluasi. Dari penelitian menunjukkan bahwa evaluasi memotivasi belajar siswa sesaat memang betul, tetapi untuk jangka panjang masih diragukan. Hasil evaluasi akan menstimulasi tindakan siswa. Rating hasil evaluasi yang 
baik akan dapat menimbulkan semangat atau dorongan untuk mempertahankan atau meningkatkan yang akhirnya memotivasi belajar siswa secara kontinu. Tujuan evaluasi yang realistic, yang mampu memotivasi belajar para siswa dapat diturunkan dari evaluasi. Dengan merencanakan secara sistematis sejak pretes sampai ke pontes, guru dapat membangkitkan semangat siswa untuk tekun belajar secara kontinu. 
5. Menyediakan informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling. Informasi diperlukan jika bimbingan dan konseling yang efektif diperlukan, informasi yang berkaitan dengan problem pribadi seperti data kemampuan, kualitas pribadi, adaptasi social, kemampuan membaca, dan skor hasil. belajar. Informasi juga diperlukan untuk bimbingan karier yang efektif. Identifikasi minat siswa dan pekerjaan yang disenangi adalah cara yang terbaik untuk membantu siswa memilih pekerjaan. Oleh karena itu, guru perlu juga mengetahui tingkat keuangan keluarga, guns menyesuaikan dengan kesempatan kerja atau melengkapi kegiatan lain yang berkaitan dengan bimbingan pekerjaan. Sering kali terjadi bahwa siswa minta kepada gurunya untuk membantu memecahkan problem pribadinya. Pada posisi demikian, guru perlu mengetahui informasi pribadi untuk kemudian guru mengambil keputusan terbaiknya. Proses yang berkaitan informasi pribadi tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kuesioner, atau alai rating untuk membantu membuat keputusan. 
6. Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum. Keterkaitan evaluasi dengan instruksional adalah sangat erat. Hal ini karena evaluasi merupakan salah satu bagian dari instruksional. Di camping itu, antara instruksional dengan kurikulum juga sating berkait seperti instruksional dapat berfungsi sebagai salah satu komponen penting suatu kurikulum. Beberapa guru sering mengubah prosedur evaluasi dan metode mengajar dengan mudah menurut kepentingan mereka, sedangkan untuk melakukan perubahan kurikulum perlu pertimbangan yang lebih luas. Follow up study dan informasi alumni merupakan informasi yang berharga untuk melakukan revisi kurikulum. Perubahan itu akan tepat, jika perubahan kurikulum didasarkan pada hasil evaluasi dengan skop yang lebih luas. Pengalaman kerja siswa, analisis kebutuhan masyarakat, dan analisis pekerjaan merupakan teknik konvensional yang sering digunakan untuk mengubah kurikulum. 

Evaluasi tidak hanya digunakan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar, secara lebih luas evaluasi juga digunakan untuk menilai program dan sistem yang ada di lembaga pendidikan. Untuk cakupan yang lebih luas, yaitu pada evaluasi program, Grubb dan Ryan (1999) menyatakan, minimal ada lima tujuan penting mengapa perlu dilakukan evaluasi bagi seorang pimpinan lembaga. Kelima tujuan tersebut antara lain:
1) menginformasikan kepada pemerintah,
2) meningkatkan keputusan pada pengusaha terhadap kegiatan yang dilaksanakan,
3) meningkatkan keputusan pada para pengusaha terhadap training dan program yang telah direncanakan.

E. METODE EVALUASI 
Pada situasi kelas yang sebenarnya, di mana seorang guru misalnya memiliki 24 siswa atau lebih, perlu melakukan evaluasi dengan cara yang baik. Untuk mencapai tujuan itu ia perlu menguasai macam-macam metode untuk melakukan evaluasi yang relevan. Secara garis besar, metode evaluasi dalam pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam bentuk, yaitu tes dan nontes. Tipe evaluasi yang pertama adalah tes yang biasanya direalisasikan dengan tes tertulis. Tes ini digunakan utamanya untuk memperoleh data, baik data kuantitatif maupun kualitatif. Tes tertulis 
juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes esai. Tes tertulis digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif pengetahuan secara komprehensif dan fakta penggunaannya. Di samping itu, tes tertulis juga dapat digunakan untuk menganalisis dan mensintesiskan informasi tentang siswa. 
Tes objektif pada umumya disebut juga sebagai alat evaluasi guna mengungkap atau menghafal kembali dan mengenal materi yang telah diberikan. Tes ini biasanya diberikan dengan item pertanyaan menghafal yang di antaranya sebagai jawaban bebas, melengkapi, dan identifikasi (Cross 1973: 19). Pertanyaan pengenalan (recognition question) dibedakan menjadi tiga macam bentuk tampilan, yaitu soal benar-salah, pilihan ganda, dan menjodohkan. 
Pertanyaan esai pada umumnya dapat dibedakan ke dalam dua jawaban berbeda, yaitu jawaban terbatas dan jawaban luas. Evaluasi yang dibuat dengan menggunakan pertanyaan esai biasanya digunakan untuk menerangkan, mengontraskan, menunjukkan hubungan, memberikan pembuktian, menganalisis perbedaan, menarik kesimpulan, dan menggeneralisasi pengetahuan peserta didik. 
Bentuk kedua suatu evaluasi adalah alat nontes. Alat nontes ini digunakan untuk mengevaluasi penampilan dan aspek-aspek belajar efektif dari siswa.  Ketepatan alat nontes perlu diperhatikan oleh para guru, karena seringkali dalam penggunaan evaluasi memerlukan pertimbangan subjektivitas yang dapat menghasilkan penilaian yang mungkin bervariasi di antara due orang guru. Alat nontes kadang ada yang menggunakan pengukuran, tetapi ada pula yang tidak menggunakan pengukuran, sebagai contoh observasi, bentuk laporan, teknik audio visual, dan teknik sosiometri. 
Alat observasi ini dapat berupa ceklis, skala rating, dan beberapa kartu skor. Dengan menggunakan alat observasi, seorang guru dapat mengevaluasi penampilan siswa yang baru melakukan kegiatan terencana, seperti kerja laboratorium, kebiasaan, demonstrasi, tingkah laku kelas, dan asumsi pertanggungjawaban. Alat nontes juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kegiatan belajar yang dibuat di sekolah maupun di rumah. Alat observasi dapat juga digunakan untuk mengevaluasi tingkah laku seperti sikap, apresiasi, interaksi sosial, dan nilai keputusan. Guru dan siswa mendapatkannya dalam evaluasi tingkah laku pribadi. 
Bentuk laporan antara lain laporan, catatan harian, angket, dan otobiografi. Alat-alat ini digunakan oleh para siswa yang mengerjakan evaluasi sendiri (self evaluation) sebagai bentuk evaluasi mereka. Guru juga sering menggunakan bentuk laporan untuk mengevaluasi masing-masing penampilan atau belajar yang efektif tergantung pada tujuan format laporan. 
Alat evaluasi lain yang termasuk nontes adalah angket atau kuesioner. Angket banyak digunakan dalam proses penelitian guna mengeksplorasi informasi atas dasar pilihan siswa. Dalam bidang evaluasi, angket sering digunakan untuk menentukan kondisi tertentu dan fakta tentang siswa. Alat ini boleh dipertimbangkan secara individual atau secara grup. 

F. EVALUASI DALAM BELAJAR MENGAJAR 
Evaluasi merupakan bagian dari proses belajar mengajar yang secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengajar. Pada sebagian guru masih ada asumsi yang kurang tepat. 
Asumsi yang tidak pada tempatnya misalnya, adalah hal biasa jika kegiatan evaluasi tidak mempunyai tujuan tertentu, kecuali bahwa evaluasi adalah kegiatan yang diharuskan oleh peraturan atau undang-undang. Aturan yang mengikat tersebut termasuk Pasal 58 ayat (1) UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, uraian berikut mendiskusikan cars evaluasi yang dilakukan guru untuk menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. Ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam melakukan evaluasi belajar. Keempat pertimbangan tersebut, yaitu sebagai berikut. 
1. Mengidentifikasi tujuan yang dapat dijabarkan dari
a) prosedur evaluasi dan hubungannya dengan mengajar,
b) pengembangan interes kebutuhan individu,
c) kebutuhan individu siswa,
d) kebutuhan yang dikembangkan dari komunitas/masyarakat,
e) dikembangkan evaluasi hasil belajar pendahulunya,
f) dikembangkan dari analisis peker aan, dan
g) pertimbangan dari para ahli evaluasi.

2. Menentukan pengalaman belajar yang biasanya direalisasi dengan pretes sebagai awal, pertengahan, dan akhir pengalaman belajar (posies).

3. Menentukan standar yang bisa dicapai dan "menantang" siswa belajar lebih giat. Pembuatan standar yang dapat diajarkan melalui penilaian materi, penggunaan alat bantu visual. Di samping itu, standar jugs dapat dibuat melalui pengembangan dan pemakaian alat observasi yang sering dilakukan oleh seorang guru untuk memenuhi kepentingan mereka.

4. Mengembangkan keterampilan dan mengambil keputusan guna:
a) memilih tujuan,
b) menganalisis pertanyaan problem solving, dan
c) menentukan nilai seorang siswa.


DAFTAR PUSTAKA:

Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Bumi Aksara. Jakarta. 

0 Response to "EVALUASI PENDIDIKAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel